Ibnu Hubairah rahimahullah mengatakan: “Apabila malam jumat bertepatan dengan malam witir dari 10 malam terakhir maka malam itu lebih diharapkan (sebagai lailatul qadar) daripada malam-malam selainnya.” (Latha-if al-Ma’arif, hal 203)
Berikut penjelasan dari tim islamqa.info :
Bisa jadi ucapan tersebut dibangun oleh beliau atas dasar bahwa malam jumat merupakan malam paling utama dalam sepekan, dimana bila bertepatan dengan 10 malam terakhir bulan Ramadan ia lebih diharapkan sebagai lailatul qadar.
Kami tidak mendapatkan ada hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam ataupun perkataan sahabat yang mendukung pendapat di atas. Hadits-hadits yang ada menunjukkan bahwa lailatul qadar berpindah-pindah pada sepuluh malam terakhir. Dan lebih diharapkan jatuh pada malam ganjilnya. Dan yang lebih diharapkan lagi adalah pada malam ke 27, dengan tanpa memastikan bahwa malam 27 tersebut pasti lailatul qadar.
Seorang muslim sepatutnya bersungguh-sungguh dan bersemangat pada 10 malam terakhir tanpa terkecuali, dalam rangka meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Sulaiman al-Majid hafizhahullahu mengatakan: “Kami tidak mengetahui dalam Syariat ini sebuah dalil yang menyatakan bahwa apabila malam jumat bertepatan dengan malam ganjil berarti pasti lailatul qadar. Dengan demikian maka tidak boleh memastikan hal itu dan tidak boleh meyakini kebenarannya. Yang disyariatkan adalah bersungguh-sungguh pada 10 malam terakhir tesebut seluruhnya. Sebab siapa yang melakukannya maka sungguh ia akan mendapatkan lailatul qadar. Allahu a’lam.
Sumber: